
JAKARTA, JBP - Ketua Indonesia Police Watch (IPW)
Sugeng Teguh Santoso atau biasa disapa STS, melaporkan dugaan tindak
pidana korupsi (tipikor) yang dilakukan oleh salah satu wakil menteri ke
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Atas laporannya, STS justru
dilaporkan balik dengan dugaan tindak pidana pencemaran nama baik di
Bareskrim Polri. (30/03/2023).
Ketua Dewan Pimpinan Cabang
Jakarta Selatan Persaudaraan Profesi Advokat Nusantara (Peradi
Pergerakan), Fatiatulo Lazira, S.H., menilai bahwa tindakan melaporkan
pelapor yang mengetahui adanya dugaan tindak pidana, termasuk tipikor
berpotensi menciptakan ketakutan-ketakutan masyarakat untuk mengungkap
kejahatan yang dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa itu (extra
ordinary crime).
"Pelaporan terhadap Ketua IPW berpotensi menjadi
preseden buruk, tidak hanya dalam pengungkapan kasus-kasus dugaan
tindak pidana korupsi, melainkan juga dugaan tindak pidana pada umumnya.
Masyarakat akan takut dilaporkan balik, bilamana melaporkan adanya
dugaan tindak pidana", kata Fati Lazira.
Fati pun menerangkan,
bahwa tindakan melaporkan dugaan tipikor adalah hak dan merupakan bagian
dari bentuk peran serta masyarakat yang diatur dalam ketentuan hukum
yang berlaku. Pasal 41 UU No. 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2021 Tentang
Perubahan Atas UU No. 31 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU
Tipikor), mengatur bahwa masyarakat dapat berperan serta membantu upaya
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, termasuk hak untuk
memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi
dengan berpegang teguh pada asas-asas hukum yang berlaku.
Dalam
Penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP No. 43/2018 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dijelaskan bahwa peran serta
masyarakat adalah keikutsertaan secara aktif masyarakat dalam membantu
upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan
baik orang perseorangan maupun kelompok orang antara lain lembaga
swadaya masyarakat dan organisasi masyarakat.
"Oleh karena itu,
kami meminta agar Bareskrim Polri menghentikan proses tindak lanjut atas
laporan terhadap Sugeng Teguh Santoso", desaknya.
KPK Wajib Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Pelapor
Hal
senada diungkapkan Advokat Doris Manggalang Raja Sagala, S.H., Ia
menuturkan bahwa KPK memiliki kewajiban hukum untuk memberikan
perlindungan hukum terhadap pelapor dalam setiap dugaan tindak pidana,
termasuk tipikor.
"Perlindungan hukum dimaksudkan untuk
memberikan rasa aman terhadap pelapor. Hal ini sejalan dengan ketentuan
Pasal 28G ayat (1) UUD Tahun 1945, yang berbunyi: bahwa setiap orang
berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,
dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman
dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan hak asasi", terangnya.
Doris juga
menerangkan bahwa Pasal 15 UU No. 19/2019 Tentang Perubahan Kedua Atas
UU No. 30/2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU
KPK), mengatur bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi berkewajiban
memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan
ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ia pun
mendorong KPK agar melaksanakan kewajiban hukum untuk memberikan
perlindungan terhadap Sugeng Teguh Santoso selaku pelapor dalam dugaan
tindak pidana korupsi, termasuk berkoordinasi dengan Bareskrim untuk
menghentikan proses tindak lanjut atas laporan terhadap Ketua IPW itu,
serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagaimana diatur
dalam Pasal 12 ayat (4) PP 43/2018.
(Supriyadi) JBP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar